Kisah Sarjana & Ibunya Si Tukang Cuci

Posted By : Posted on - 18.01 with No comments
Seorang sarjana yang baru menyelesaikan studinya sedang melakukan wawancara terakhir dimana dalam sesi inilah yang menentukan ia akan diterima atau ditolak di posisi manajerial yang ia lamar. Dia melewati wawancara awal, test awal dengan sangat memuaskan karena memang pemuda tersebut merupakan sarjana cum laude yang sangat berprestasi di kampusnya.  Dia memiliki catatan akademik yang memuaskan bahkan tidak hanya saat kuliah, namun dilihat dari data yang dimasukkan di perusahaan pemuda itu memiliki prestasi terbaik mulai dari sekolah dasar hingga bangku SMA.

Dalam sesi wawancara terakhir tersebut Direktur bertanya, "Apakah selama ini Anda mendapatkan beasiswa di sekolah?" Pemuda itu menjawab "tidak". Direktur melanjutkan pertanyaannya, "Apakah yang membayar biaya sekolah Anda selama anda menempuh pendidikan Ayahmu?" Pemuda itu menjawab, "Ayah saya meninggal ketika saya berusia satu tahun, dan ibu saya yang membayar biaya sekolah saya dan menanggung semua kebutuhan keluarga kami, saya dan adik saya yang masih SMP".

Kisah Sarjana & Ibunya Si Tukang Cuci

Direktur bertanya, "Di mana ibumu bekerja, sampai beliau mampu menyekolahkan anda di Universitas cukup ternama di negeri ini?" Pemuda itu menjawab, "Ibuku hanya bekerja sebagai pencuci pakaian pak, setiap hari ia menerima pesanan cucian dari tetangga-tetangga kami. Direktur kemudian meminta pemuda untuk menunjukkan tangannya. Pemuda menunjukkan sepasang tangan yang halus dan sempurna ".

Direktur bertanya lagi, "Apakah Anda pernah membantu ibumu mencuci pakaian sebelumnya?" Pemuda itu menjawab, "Tidak pernah, ibu saya selalu ingin saya fokus untuk belajar dan membaca lebih banyak buku, beliau tidak pernah mengizinkan saya untuk membantunya karena ia hanya ingin saya fokus untuk belajar ".

Direktur yang terkenal bijak di perusahaan itu lalu mengatakan, "Aku punya permintaan, dan permintaanku ini diluar syarat apakah kau diterima di perusahaan ini atau tidak. Ketika Anda kembali besok untuk melanjutkan sesi wawancara, kembalilah ke rumahmu, lihat tangan ibumu dan bersihkan tangannya, kemudian temui saya besok pagi".

Pemuda itu kembali pulang kerumahnya dengan semangat bahwa kesempatannya untuk diterima diperusahaan itu berpeluang tinggi. Ketika ia sampai dirumah, ia dengan senang hati meminta ibunya untuk membiarkan dia membersihkan tangannya. Ibunya merasa aneh, senang tapi dengan perasaan campur aduk, ia menunjukkan tangannya ke anak itu.

Pemuda itu membersihkan tangan ibunya perlahan. Air matanya tiba tiba jatuh saat dia melakukannya. Ini adalah pertama kalinya ia melihat bahwa tangan ibunya begitu berkerut, dan ada begitu banyak memar di tangannya. Beberapa memar begitu menyakitkan dan ia menyadari bahwa ibunya begitu tersiksa dengan pekerjaan yang ia lakukan selama ini terbukti ibunya menggigil ketika tangannya dibersihkan dengan air.

Ini adalah pertama kalinya pemuda itu menyadari bahwa sepasang tangan ibunya inilah yang mencuci pakaian sehari-hari tanpa memperdulikan sakit yang ia rasakan hanya untuk memungkinkan beliau dapat membayar biaya sekolah dia dan adiknya. Memar dan rasa sakit di tangan ibu adalah harga yang ibu harus bayar untuk melihatku lulus, melihatku lulus dengan prestasi akademik dan ingin melihatku memiliki masa depan yang cerah. Setelah membersihkan tangan ibunya, pemuda itu diam-diam mencuci semua pakaian yang tersisa untuk ibunya. Malam itu, ibu dan anak berbicara untuk waktu yang sangat lama. Keesokan paginya, pemuda pergi ke kantor direktur.

Direktur melihat air mata di mata pemuda, bertanya: "Bisakah Anda ceritakan apa yang telah Anda lakukan dan apa yang anda pelajari kemarin di rumah Anda?" Pemuda itu menjawab, "Aku membersihkan tangan ibuku, dan juga selesai membersihkan semua pakaian yang tersisa".

Direktur bertanya, "tolong katakan padaku perasaan Anda". pemuda itu berkata, "Pertama aku tahu sekarang apa itu apresiasi. Tanpa ibu saya, saya tidak akan sukses hari ini. Nomor 2, Dengan bekerja sama dan membantu ibu saya, sekarang saya menyadari betapa sulitnya mencari uang dan kesulitan itu sesuatu yang harus dilakukan untuk menuju kesuksesan. Nomor 3, aku datang untuk menghargai pentingnya dan nilai hubungan keluarga ".

Direktur mengatakan, "Inilah apa yang saya cari untuk menjadi manajer saya. Saya ingin merekrut seseorang yang dapat menghargai bantuan orang lain, orang yang tahu penderitaan orang lain untuk menyelesaikan sesuatu, dan orang yang tidak akan menempatkan uang sebagai satu-satunya tujuan hidupnya. maka mulai hari ini Anda saya terima di perusahaan ini, selamat bekerja".

Setelah mealalui sesi wawancara yang sangat berharga ini, pemuda ini bekerja sangat keras, dan menerima rasa hormat dari bawahannya. Setiap karyawan bekerja dengan rajin dan dapat saling membantu sebagai sebuah tim. Kinerja perusahaan meningkat pesat.

"Seseorang harus memahami dan mengalami kesulitan yang dibutuhkan untuk mendapatkan kenyamanan yang diberikan oleh orang yang mereka cintai, sehingga mereka akan bisa menghargai setiap kenyamanan yang diberikan. Yang paling penting adalah untuk menjalani setiap kesulitan dan belajar untuk menghargai kerja keras di balik semua kenyamanan yang diberikan."

G+

Jika Anda merasa Artikel di blog ini berguna dan mencerahkan, Silahkan share di media sosial melalui tombol diatas agar membantu pembaca lain tercerahkan, Atau jika artikel ini bermanfaat silahkan muat ulang namun hargailah dengan menempatkan link web blog ini, Menghargai karya orang lain sama halnya menghargai diri Anda sendiri,Terima kasih!
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar